Meraup Untung Jutaan dari Hidroponik


oleh Wanita Wirausaha Femina
Dunia bercocok tanam bagi Eva sebenarnya bukan hal baru. Namun bercocok tanam dengan teknik hidroponik adalah dunia yang masih tergolong baru baginya. Setelah sekian lama menggeluti hobi bercocok tanam secara konvensional hatinya tertarik dengan teknik hidroponik. Ketertarikannya tersebut makin menjadi setelah ia bergabung dengan sebuah grup penggemar hidroponik di Facebook. Tahun 2012, ia mulai menekuni teknik bercocok tanam hidroponik dengan modal Rp5juta dibawah bendera "Ijo Hidroponik".

Awalnya tak terpikir sedikitpun oleh Eva untuk menjadikan hobi barunya tersebut sebagai bisnis. “Tadinya saya pikir hanya untuk menyalurkan hobi saja,” ujarnya. Namun siapa sangka, kegemarannya memajang foto-foto hasil bercocok tanam di media sosial justru membuka peluang bisnis. “Sebagian teman tertarik dan membeli untuk dikonsumsi atau menjadikannya contoh untuk pameran-pamaren.”

Tahun 2013, ia, suami, dan kedua anak mereka pindah dari Bintaro, Tangerang Selatan, ke Bandung. Ia mulai mengembangkan usahanya, dari yang awalnya hanya menanam selada, Ia mencoba menanam aneka pohon buah dan tanaman herbs.
Ternyata peluang pasar untuk jenis komoditi ini  makin besar. Maka,  tahun 2014 lalu, ia benar-benar menjadikannya sebagai sumber penghasilan. “Saya  makin yakin setelah melihat berbagai jenis   sayuran dan buah hidroponik banyak  dijual di supermarket” tuturnya.

Dengan memanfaatkan halaman rumah seluas 10 X 10 meter dan balkon lantai kedua rumah, ia mulai menanam aneka selada, seperti solorossa, lolobionda, oakleaf red, oakleaf green, dan butterhead green. “Untuk sayuran oriental, saya menanam kale red Russian, kale scarlet, kale curly,   sawi samhong, dan pagoda,” katanya.
Sedangkan untuk buah-buahan ada melon, tomat, tomat ceri, dan stroberi. Selain itu, masih ada juga tanaman herbs, seperti thyme,   kayu manis, basil hijau, basil merah, chives, oregano, rosemary, peppermints, dan marjoram.

Khusus herbs, ia menggunakan sistem hidroponik untuk persemaian. Bibit disemai selama 1 bulan kemudian dipindahkan ke pot tanam konvensional sebelum didistribusikan ke sebuah superstore di Jakarta pada bulan berikutnya. “Saya menjualnya dengan harga Rp20.000 – Rp60.000 per pot,” kata Eva.

Untung jutaan rupiah
Dari hasil penjualan semua tanaman yang ditanam di rumahnya, Eva meraup keuntungan rata-rata  3 - 5 juta rupiah per bulan, setelah dipotong gaji 4 orang pekerja.
Tak hanya menjual hasil tanaman, bersama teman, Eva juga membuka jasa penyediaan nutrisi, media tanam, dan benih. Melalui bisnis ini, ia mampu meraup omzet sekitar Rp200 juta per bulan dengan keuntungannya sekitar 20% dari omzet itu.

Promosi lewat pameran dan media sosial
Keikutsertaan Eva dalam berbagai pameran ternyata sangat membantu dalam mendapatkan pembeli. “Sebab, dalam pameran, calon pelanggan dapat melihat secara langsung tanaman yang kami hasilkan,” katanya. Cara lainnya, adalah dengan memanfaatkan media sosial yang banyak digunakan di Indonesia. “Saya posting foto-foto hasil pertanian saya ke grup Facebook.”

Komentar

Postingan Populer